SNMPTN 2013 di awal kemunculannya telah disambut banyak
pihak dengan respons yang berbeda-beda. Ada yang berbahagia karena
sistem pendaftaranya yang gratis, ada juga yang bahagia karena tidak
perlu repot-repot mengikuti SNMPTN jalur tulis yang memiliki bobot soal
di atas rata-rata. Kebahagiaan ini kebanyakan dimiliki oleh para siswa
di sekolah “top” di kawasan perkotaan. Pasalnya, sistem acuan utama
menggunakan nilai rapor dalam pembobotan penerimaan dari PTN yang
bersangkutan ternyata telah memiliki konversi-konversi tertentu untuk
sekolah-sekolah yang dianggap memiliki tingkat prestise tinggi.
Melirik
pada hasil penyeleksian jalur undangan SNMPTN 2012 yang tak jauh beda
dengan sistem SNMPTN 2013 secara keseluruhan, sekolah-sekolah yang
dianggap terpandang di kota-kota memiliki peluang sangat besar untuk
lolos. PTN akan lebih memprioritaskan siswa-siswi yang berasal dari SMA
terpandang daripada SMA “gurem”. Hal ini didasarkan pada kualitas dan
cara pembobotan nilai rapor di setiap SMA yang berbeda-beda. Lalu,
apakah dengan tingkat prestise SMA menjamin bahwa seluruh siswa yang
bersekolah di SMA tersebut 100% lebih pintar dari siswa di sekolah lain?
Bagaimana nasib SMA yang cukup bagus di kota-kota kecil, atau bahkan
SMA kecil di pelosok kota?
Pada SNMPTN jalur undangan 2012, SMA
“gurem” memiliki proporsi yang jauh lebih sedikit. Bahkan, dalam satu
PTN hanya diterima satu siswa. Padahal, secara nyata siswa dari SMA
“gurem” tersebut tidak selalu lebih tidak pintar dari siswa elite. Bisa
jadi malah siswa SMA gurem tadi jauh lebih pintar dari siswa-siswi dari
SMA terpandang yang dengan mulus lolos lewat jalur undangan. Tentu hal
ini akan menjadi ketimpangan. Secara tidak langsung terjadi pergeseran
yang memperkecil peluang siswa-siswi dari SMA “gurem” tersebut masuk
PTN.
Selain itu, jalur SNMPTN yang dianggap sebagai jalur murah
untuk kalangan menengah ke bawah agar dapat mengenyam pendidikan di
tingkat perguruan tinggi negeri kini semakin sempit. Realita ini
diperparah dengan dihapusnya sistem SNMPTN tulis yang memungkinkan
seluruh siswa beradu secara bebas dan lebih adil mengenai modal
kemampuan yang dia miliki untuk masuk di sebuah PTN.
Saat ini,
yang tersisa untuk jalur ujian tulis adalah jalur seleksi mandiri yang
diadakan secara bersama-sama oleh beberapa PTN maupun secara individu
oleh masing-masing PTN. Namun, perlu dicermati bahwa subsidi pemerintah
untuk biaya kuliah di PTN yang sangat murah lebih terfokus pada jalur
SNMPTN yang saat ini hanya terdapat jalur undangan. Sedangkan jalur
masuk lain yang bersifat mandiri secara nyata memiliki biaya masuk yang
melambung tinggi, bahkan bisa lima kali lebih mahal dari biaya kuliah
lewat jalur SNMPTN. Lagi dan lagi, bagaimana dengan nasib siswa-siswi di
SMA “gurem” yang mungkin lebih pintar dan layak masuk perguruan tinggi
negeri?
Haruskah mereka terlempar dari jalur undangan dan beralih
pada jalur mandiri yang notabenenya memiliki biaya masuk yang lebih
mahal? Seyogiyanya fakta-fakta demikian dicermati sebagai upaya
pemerataan peluang siswa-siswi di Indonesia untuk dapat menikmati kuliah
di perguruan tinggi negeri dengan biaya terjangkau.
Nanda Najih Habibil Afif
Mahasiswa Teknik Geologi
niversitas Padjadjaran
(//rfa)
Sumber
Anak Pintar di Sekolah "Gurem"
04.20 |
Label:
e-Inspiration
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar